Kontribusi Koperasi terhadap Perkembangan UMKM
Apabila dibandingkan dengan usaha lain, peranan koperasi di Indonesia dapat memberikan suatu hasil yang maksimal dalam mencari solusi terbaik untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan pembangunan negara. Bagaimana tidak, selain Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang sesuai dengan pasal 33 ayat 1 UUD 1945, koperasi juga didasarkan untuk mencari keuntungan bagi kesejahteraan para anggota. Dengan demikian pemerintah mulai melibatkan Koperasi sebagai wadah untuk menampung serta mengembangkan hasil produksi sektor UMKM. Hal ini disebabkan oleh lembaga yang menampung UMKM selama ini masih sangat terbatas dan dinilai bahwa koperasi lebih mudah dijangkau oleh sektor UMKM. Untuk itu pemerintah berinisiatif memilih koperasi sebagai lembaga yang cocok untuk menyediakan pembiayaan dalam bentuk pinjaman dengan bunga yang relatif kecil serta pemasaran hasil dari sektor UMKM tersebut. Hanya saja untuk merealisasikan ini diperlukan hubungan yang solid antara Koperasi dengan UMKM.
Misalnya saja produk yang dihasilkan UMKM harus diperluas pendistribusiannya hingga ke negeri tetangga. Selain itu juga harus sinergi antara desain dan teknologinya. Selain itu, koperasi dan UMKM memiliki peran yang strategis yang berkaitan langsung dengan kehidupan, peningkatan kesejahteraan rakyat, penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi.
Dan dari segi kelembagaan, koperasi banyak berperan dalam pengembangan pengusaha mikro dan kecil. Sampai dengan tahun 2008, sudah ada 155.301 unit koperasi. Akan tetapi masih ada penurunan pada setiap tahunnya. Walaupun koperasi sering dianggap sebagai suatu lembaga yang kurang produktif, kenyataannya koperasi masih mendapat perhatian dari masyarakat. Keinginan masyarakat untuk berkoperasi juga tidak pernah surut.
Salah satu kontribusi koperasi dalam pertumbuhan UMKM adalah dengan menyediakan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha. Jika program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan membantu pelaku usaha kecil dan mikro mendapatkan permodalan, namun dalam prakteknya yang sudah berjalan dua tahun masih menemui kendala, faktanya mereka masih kesulitan mengakses akibat peraturan perbankan yang ketat. Tentu tidak ada salahnya menggunakan formula atau skema baru dan melibatkan Koperasi jasa keuangan (KJK) yang terdiri Koperasi simpan pinjam (KSP), unit-unit simpan pinjam (USP) milik Koperasi dan Koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) serta unit- unit Koperasi jasa keuangan syariah (UJKS) yang banyak dimiliki Koperasi konvensional. Dengan memberikan dukungan kesediaan likuiditas agar peran mereka kuat dalam melayani pinjaman pada anggota/calon anggota yang notabene pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).